Asal Usul Situ Bagendit | TradisiKita - Situ Bagendit yaitu nama danau (Sunda = Situ) yang terletak di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Situ Bagendit ini merupakan objek wisata alam berupa danau dengan batas manajemen disebelah utara berbatasan dengan Desa Banyuresmi, disebelah selatan berbatasan dengan Desa Cipicung, disebelah timur berbatasan dengan Desa Binakarya, dan disebelah barat berbatasan dengan Desa Sukamukti. Aktivitas wisata yang sanggup dilakukan di Situ Bagendit ini antara lain menikmati pemandangan, mengelilingi danau dengan memakai bahtera atau rakit. Para pengunjung juga sanggup melaksanakan acara rebanyak macam keluarga, menikmati pemandangan serta acara bersepeda air. (Wikipedia.org)
Dibalik kenyamanan dan keindahan air danau Bagendit ini, tersimpan sebuah rahasia berupa legenda wacana harapan undangan Situ Bagendit yg sudah diceritakan turun temurun sang masyarakat pada Desa Bagendit.
Asal Usul Situ Bagendit |
Untuk Sobat Tradisi yang ingin mengetahui legenda Asal Usul Situ Bagendit tersebut, mampu Sobat temukan pada artikel dibawah ini :
Asal Usul Situ Bagendit
Pada jaman lampau kala, disebelah utara kota Garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan yaitu petani yg menanam padi dalam hamparan sawah-sawah yg relatif luas. Lantaran tanah di desa itu sangat rindang & nir pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu membentuk padi yg berlimpah ruah. Namun demikian, kehidupan para penduduk di desa itu tidaklah seindah hamparan sawah yg menguning kolam emas tersebut.
Pada suatu waktu, hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut pada dedaunan, tetapi para penduduk telah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini yaitu hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning & menjualnya pada seseorang tengkulak berjulukan Nyi Endit.
Nyai Endit yaitu orang terkaya di desa itu. Rumahnya glamor, lumbung padinya sangat luas alasannya yaitu harus cukup menampung padi yg dibelinya berdasarkan seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Tetapi para petani bukan menggunakan sukarela menjual output panennya pada Nyi Endit. Mereka dengan terpaksa menjual tiruana hasil panennya menggunakan harga murah bila tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan Nyi Endit. Kemudian jikalau pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli menurut Nyi Endit dengan harga yang melambung tinggi.
?Ya Tuhaaaaan, kapan ya nasib kita mampu berubah?? Ujar seorang petani pada temannya. ?Tidak tahan saya hidup menyerupai ini. Kenapa atuh, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu??
?Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!? Sahut temannya.
?Kita mah wajib sabar! Saya yakin, suatu waktu nanti, akan tiba pembalasan yang setimpal bagi orang yang senang berbuat aniaya pada orang lain. BukankahTuhan mah nir pernah tidur! Beliau Maha Mengetahui segalanya, dan Ia Maha Kuasa buat membolak balikan keadaan?
Sementara itu dikediamanya, Nyi Endit sedang mempelajari lumbung padinya.
?Sarju.... Sarju!? Istilah Nyi Endit. ?Bagaimana? Apakah tiruana padi sudah dibeli??
?Beres Nyi!? Jawaban body guard berjulukan Sarju. ?Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan pada luar alasannya yaitu sudah tidak muat lagi.?
?Ha ha ha ha?! Sebentar lagi mereka akan kehadapat n beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke wilayah lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!? Kata Nyi Endit.
Benar saja, beberapa ahad lalu para penduduk desa mulai kehadapat n materi kuliner bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyi Endit selalu berpesta pora dengan makanan-kuliner glamor pada rumahnya.
?Aduh Abah, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyi Endit. Kata Nyi Iteungmah, harganya kini lima kali lipat dibanding ketika kita jual dulu. Bagaimana atuh Abah? Padahal kita jua perlu membeli keperluan yg lain....
Ya Tuhan, diberilah kami pengecualian atas beban yg kami pikul.? Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyi Endit.
Suatu siang yg gerah, berdasarkan ujung desa nampak seseorang kakek yg berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk menggunakan tatapan penuh iba.
?Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya sebab yaitu kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri,? Pikir si kakek.
Kemudian Dia berjalan mendekati seorang penduduk yg sedang menumbuk padi. ?Nyi! Saya numpang tanya,? Istilah oleh Kakek.
?Ya Aki ada apa ya?? Jawaban Nyi Imas yg sedang menumbuk padi tadi
?Dimanakah aku mampu menemukan orang yg paling kaya di desa ini?? Tanya si Kakek
?Oh, maksud Aki.... Tempat tinggal Nyi Endit?? Istilah Nyi Imas.
?Sudah akrab Aki. Aki tinggal lurus saja hingga ketemu pertigaan. Lalu Aki belok kiri. Nanti Aki akan lihat tempat tinggal yang sangat besar . Itulah rumahnya. Memang Aki ada perlu apa sama Nyi Endit??
?Saya mau minta sedekah,? Istilah si Kakek.
?Ah percuma saja Aki.... Aki ga bakalan dikasih. Kalau Aki lapar mah... Bisa makan pada rumah aku , akan tetapi seadanya,? Kata Nyi Imas.
?Hatur nuhun Nyi, akan tetapi buat saat ini tidak perlu,? Jawaban si kakek.
?Aku Cuma mau memahami reaksinya jika terdapat pengemis yg minta sedekah. O ya, tolong kau diberitahu penduduk yang lain buat siap-siap mengungsi. Lantaran sebentar lagi akan ada banjir akbar.?
?Ah.. Aki teh bercanda ya?? Istilah Nyi Imas kaget.
?Mana mungkin atuh ada banjir pada ekspresi secara umum dikuasai kemarau??.?
?Aku tidak bercanda Nyi? Kata si kakek lagi.
?Aku yaitu orang yg akan memdiberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian,? Kata si Kakek.
Setelah mengatakan menyerupai itu, kakek itu pulang meniggalkan Nyi Imas yang masih bengong.
Sementara itu Nyi Endit sedang menikmati sajian yg berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba pada depan tempat tinggal Nyi Endit & eksklusif dihadang oleh para body guard. ?Hei pengemis tua! Cepat pulang dari sini! Jangan hingga teras rumah ini kotor terinjak kakimu!? Hardik centeng.
?Saya mau minta sedekah. Mungkin ada residu kuliner yang mampu aku makan. Sudah tiga hari aku tidak makan,? Kata si kakek memelas.
?Apa peduliku!!!? Hardik body guard. ?Emangnya saya bapakmu? Kalau mau makan ya beli sana!! Jangan minta! Sana, cepat pulang sebelum aku seret!?
Tapi si Kakek tidak bergeming pada tempatnya, bahkan dia dengan lantang berteriak memanggil Nyi Endit. ?Nyi Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyi Endiiiit?!?
Centeng- body guard itu berusaha menyeret si Kakek yg terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil.
?Siapa sih yang berteriak-teriak di luar,? Ujar Nyi Endit. ?Ganggu orang makan saja!? ?Hei?! Siapa kau Aki-aki peot?!! Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?? Hardik Nyi Endit.
?Saya Cuma mau minta sedikit masakan sebab yaitu telah tiga hari saya nir makan,? Istilah Kakek.
?Lah..Engga makan kok minta sama saya? Tidak terdapat! Cepat pergi berdasarkan sini! Nanti banyak lalat tiba sebab yaitu baumu yg busuk itu,? Kata Nyi Endit.
Si kakek bukannya pergi akan tetapi malah menancapkan lidi (Sunda = Nyere) ke tanah lalu memandang Nyi Endit menggunakan penuh kemarahan.
?Hei Endit..! Selama ini Tuhan memdiberimu rijki berlimpah akan tetapi kau nir bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan?
?Aku datang kesini sebagai jawabanan atas doa para penduduk yang sengsara sebab yaitu ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.?
?Ha ha ha ? Kau mau menghukumku Aki-Aki Peot? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti tewas,? Kata Nyi Endit.
?Tidak perlu repot-repot mengusirku,? Kata Kakek.
?Aku akan pergi menurut sini jikalau kau bisa mencabut lidi ini berdasarkan tanah.?
?Dasar Aki-aki gelo Siah (dasar kakek-kake gila)!!!. Apa susahnya nyabut lidi mini menyerupai itu??. Tanpa energi pun aku bisa !? Kata Nyi Endit arogan.
Lalu hup! Nyi Endit mencoba mencabut lidi itu menggunakan satu tangan. Ternyata lidi yang ditancapkan Kakek tak bergeming. Dia coba menggunakan 2 tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming jua.
?Sialan!? Istilah Nyi Endit. ?Centeng! Cabut lidi itu!
Centeng-body guard itu mencoba mencabut lidi yg tadi ditancapkan Kakek, tetapi meski sudah ditarik oleh 3 orang, lidi itu tetap tak bergeming.
?Ha ha ha? Kalian tidak berhasil?? Istilah kakek tua.
?Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut lidi ini.
Tak ayal menggunakan sekali hentakan saja, lidi itu sudah tercabut menurut tanah. Tapi, datang-datang saja dari bekas tancapan lidi si kakek menyembur air yang semakin usang semakin memancar sangat deras.
?Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini yaitu air mata para penduduk yg sengsara karenamu. Kau & semua hartamu akan tenggelam sang air ini!?
Setelah mengatakan demikian si Kakek datang-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyi Endit yg gelagapan melihat air yg meluap menggunakan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air yang memancar semakin deras & ludang keringh cepat menenggelamkannya beserta hartanya.
Dan akibatnya desa itu kini terbentuk sebuah danau mini yang latif. Orang menamakannya ?Situ Bagendit?. Situ merupakan danau dan Bagendit berasal dari istilah Endit.
Demikian Sobat Tradisi, kisal berasal undangan Situ Bagendit yg beredas dimasyarakat luas. Legenda tersebut yaitu adalah dongeng berdasarkan lisan kemulut saja, kita menjadi insan yg didiberikan logika tentu tak perlu percaya akan kebenarannya. Tetapi cukup kita ambil pesan yg implisit yang terkandung dalam dongeng tadi, bahwa nir terdapat yang bisa kita sombongkan pada dunia ini. Lantaran segala yang kita punya yaitu hanya titipan berdasarkan Yang Maha Kuasa. Sehingga kapanpun sanggup diambil sang yg mempunyainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar